Selasa, 10 Maret 2009

Pelajar Melacur Terungkap dari HP Mahal

Pelajar Melacur Terungkap dari HP Mahal
Jakarta - Jaringan palajar merangkap pelacur di Jakarta Barat terungkap berkat telepon genggam milik siswi IS yang terlihat oleh seorang gurunya. “Telepon itu harganya di atas Rp 4 juta. Sangat mencurigakan anak SMP sudah memiliki HP semahal itu,” kata Yana.

Guru yang curiga itu memanggil IS dan memeriksa HP tersebut. Ternyata, di dalamnya terdapat beberapa pesan singkat yang mengajak IS untuk berkencan. Dari situ kemudian diperoleh beberapa nama siswi lainnya.

“Awalnya, para guru tidak langsung percaya. Sebab, bisa saja IS asal menyebut nama,” papar Yana. Lalu untuk membuktikannya, seorang guru berpura-pura menjadi pria hidung belang dan mengajak salah satu siswi itu untuk bertemu dan berkencan. Tanpa diduga, siswi itu datang ke tempat yang dijanjikan.

Selain menyamar sebagai pria hidung belang, guru yang lain juga sengaja ikut dalam sebuah razia yang diadakan Satpol PP DKI. Dari hasil razia beberapa PSK yang tertangkap ternyata siswi SMP. Mencuatnya kasus ini membuat IS malu dan memutuskan untuk berhenti sekolah. ABG yang memiliki tubuh tinggi dan sintal ini, jika berdandan mirip perempuan dewasa berusia di atas 19 tahun.

Sementara itu, para orangtua murid yang memiliki anak yang bersekolah di SMP tersebut mendesak agar kasus ini menjadi perhatian pemerintah dan kepolisian. “Kami ingin agar mucikarinya ditangkap dan dihukum yang setimpal. Karena kalau tidak ada orang yang merayu atau memerintahkannya, para pelajar itu tidak mungkin bisa menjadi penjaja seks,” kata Yani, seorang wali murid SMP tersebut.

Yani menuturkan, jika mucikarinya tidak segera ditangkap bukan tidak mungkin akan ada korban-korban lainnya. “Sekolah dan orangtua tidak mungkin bisa mengawasi anak selama 24 jam,” ujarnya. Sementara itu, Agung S, guru pendidikan jasmani sekolah tersebut, menolak memberi keterangan.

Agung yang ditemui di gedung sekolah mengatakan tidak memiliki kewenangan untuk berbicara. “Tunggu kepala sekolah saja. Atau kepada guru yang menangani kasus itu,” tuturnya. Agung juga mengatakan kebenaran kasus tersebut perlu diselidiki lagi. Sebab, katanya, yang tahu persoalannya dengan utuh adalah para siswi dan guru yang menangani masalah ini. “Kalau menurut saya tidak benar berita itu,” tuturnya.

Pihak Dinas Pendidikan Dasar DKI juga mengaku belum mengetahui kasus tersebut. Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Sukesti Martono mengatakan akan menyelidiki kebenarannya. Pihak kepolisian juga menyatakan hal yang sama. Kanit Perlindungan Anak dan Perempuan AKP Sri Lestari mengatakan, akan menelusuri kasus tersebut.
22 Siswi SMP Obral Kegadisan Rp 2 Juta
Jakarta - Pengungkapan kasus 22 siswi SMP negeri di kawasan Tambora, Jakarta Barat, yang nyambi menjadi PSK terus berkembang: dari pengakuan beberapa siswi diketahui bahwa petualangan mereka diawali dengan menjual kegadisannya kepada pria hidung belang Rp 2 juta.

Dari pengakuan beberapa siswi diketahui bahwa petualangan mereka diawali dengan menjual kegadisannya kepada pria hidung belang Rp 2 juta.

Transaksi seks ABG ini dikoordinasi beberapa mucikari yang biasa beroperasi di Lokasari, Jakarta Barat. Melalui mucikari inilah para siswi yang masih di bawah umur itu dipertemukan dengan pria-pria
hidung belang.

Salah seorang wali murid, sebut saja Yana, mengatakan, setelah transaksi Rp 2 juta, para siswi itu meneruskannya menjadi penjaja seks dengan tarif setiap kencan Rp 300.000. Ulah para siswi SMP negeri ini terbongkar setelah beberapa guru menyamar menjadi calon “pembeli”.

Yana mengaku mengetahui kasus ini dari beberapa guru di sekolah tersebut. “Selain wali murid, saya juga alumnus sekolah ini. Saya memiliki kedekatan dengan para pengajar sampai kepala sekolahnya. Jadi saya tahu ini,” kata Yana.

Menurut dia, salah seorang guru bercerita kepada dirinya bahwa para pelajar itu tidak bekerja sendiri. Mereka dikordinasi oleh seorang mucikari yang biasa nongkrong di Taman Hiburan Rakyat Lokasari, Tamansari, Jakarta Barat. “Jaringan PSK para pelajar SMP ini terbentuk dengan tidak sengaja. Awalnya, karena adanya pertemuan mucikari tersebut dengan salah seorang siswi SMP itu,” katanya.

Siswi berinisial IS adalah salah satu korbannya. Dia masih duduk di kelas 3 SMP. “Dia memang dikenal suka bermain di pusat-pusat perbelanjaan dan tempat hiburan lainnya. Lalu dia berkenalan dengan mucikari tersebut yang menawarinyaa menjadi penjaja seks,” kata Yana.

Singkat cerita, kata Yana, IS bersedia untuk menjadi penjaja seks. Dan belakangan ia diminta untuk mencari rekan-rekannya yang juga mau menjadi penjaja seks. “Lalu ada 19 siswi lainnya yang ikut menjadi penjaja seks,” katanya.

Yana mengatakan, cara IS mengajak rekan-rekannya menjadi penjaja seks tidak langsung diutarakan begitu saja kepada teman-temannya. Tetapi dia membawa satu per satu temannya ke tempat mucikarinya di Lokasari. Sampai di sana, mucikarinyalah yang merayu para siswi tersebut.

Awalnya, jaringan PSK para pelajar SMP ini tidak tercium siapa pun, termasuk guru dan orangtua mereka. “Mereka tidak beroperasi sampai larut malam. Mereka biasa ke tempat pelacuran usai pulang sekolah dan pada malam hari—jika tidak ada tamu—mereka pulang,” kata Yana. Selain itu, sebagian siswi ini juga melayani tamu jika sudah ada janji sebelumnya. “Jadi tidak semuanya ikut nongkrong di tempat pelacuran,” tutur Yana.
Bocah 8 Tahun Menggugat Cerai Suami 58 Tahun
Riyadh - Seorang anak gadis berusia delapan tahun menggugat cerai suaminya yang berusia 58 tahun. Namun, pengadilan setempat menolak gugatan itu karena si anak dianggap masih terlalu kecil.

Memang gugatan itu bukan diajukan langsung oleh si bocah, melainkan oleh sang ibu yang tidak setuju model pernikahan yang dipaksakan semacam itu. Lagi pun jarak usia pengantin terlalu jauh.

Berkas gugatan itu telah dimasukkan ke Pengadilan Unayzah, 220 km arah utara Riyadh pada Agustus lalu, tetapi kemudian ditolak pengadilan yang berdalih kasus itu bisa ditangani setelah si bocah masuk masa akil balig.

“Si bocah bahkan tidak tahu bila ia telah menikah. Saat itu ia masih duduk di kelas empat sekolah dasar,” jelas pengacaranya, Senin (22/12).

Salah satu saudara si bocah yang enggan disebutkan namanya menuturkan, pernikahan tersebut tidaklah sempurna layaknya pasangan suami istri lain. Setelah pernikahan, si bocah tetap meneruskan kehidupannya bersama ibunya. Sang ayah memang mengajukan syarat bahwa kedua pengantin boleh tidur seranjang 10 tahun lagi, atau ketika si gadis sudah berusia 18 tahun.

Ayah bocah tersebut setuju untuk menikahkan putrinya dengan mas kawin senilai 30.000 riyal atau sekitar Rp 88 juta. Ia berharap bisa bebas dari masalah keuangan setelah menikahkan putrinya itu.

Si ayah bersikeras meneruskan pernikahan itu. Namun, si ibu tampaknya tidak rela membiarkan anaknya menjadi obyek ekonomi suaminya. Perempuan itu akan berjuang ke pengadilan paling tinggi untuk membebaskan putrinya dari belenggu perkawinan itu.

Pernikahan lewat penjodohan yang melibatkan anak di bawah umur memang hal lumrah di Semenanjung Arab, termasuk Arab Saudi. Bulan April silam di Yaman, bocah berusia delapan tahun juga menggugat cerai setelah ayahnya yang pengangguran menikahkannya dengan pria berusia 28 tahun.
Siswi SMP Ditiduri Kenalan Chatting di Hotel
Jakarta - Demam chatting (ngobrol via internet) yang melanda kaum ABG (anak baru gede) akhir-akhir ini, patut diwaspadai. Bujuk rayu pria hidung belang banyak dilakukan melalui teknologi yang satu ini. Ujung-ujungnya, gadis ABG yang termakan rayuan gombal, bisa diajak ‘ngamar’ ke hotel.

Seperti dialami Han yang baru berusia 14 tahun. Gadis ABG yang duduk di kelas 3 sebuah SMP di Tanjung Priok ini mengaku diajak pria kenalannya lewat chatting untuk ngamar di hotel. “Saat itu saya lagi stres habis dimarahi orangtua. Kebetulan kenalan saya lewat chatting ngajak ketemu. Eh ternyata diajak ke hotel,” jelasnya.

Han bersama sang pacar, Muk, 32, seorang satpam, Sabtu (20/12) dinihari, terjaring dalam razia yang dilakukan petugas Polsek Cilincing di Hotel Cipondo, Jalan Kramat Jaya, Semper Barat, Cilincing, Jakut.

Selain pasangan ini, petugas Polsek Cilincing, juga menggaruk 8 pasangan mesum lainnya termasuk seorang gadis berusia 14 tahun lainnya. Sementara dari pihak hotel, polisi mengamankan seorang manajer.

Han, putri seorang karyawan swasta ini, saat ditemui Pos Kota, mengaku ketika polisi melakukan penggerebekan ia tengah tiduran di ranjang hotel bertarif Rp98 ribu permalam tersebut. “Saya kapok Pak, nggak mau melakukannya lagi,” ujar Han, warga Papanggo, Jakut, ini sambil menangis di kantor polisi.

Wanita berkulit sawo matang ini juga mengakui hubungannya dengan Muk sudah berlangsung sebulan dan sudah pernah melakukan hubungan intim sebelumnya. “Habis dia orangnya baik sih,” kata Han yang sering chatting di warnet ini.

Sementara itu, ABG 14 tahun lainnya yang ikut diamankan petugas, Su, mengatakan dia menginap di hotel tersebut bersama pacarnya. Saat digelandang polisi, wanita berkulit putih yang mengaku bekerja sebagai bartender di sebuah kafe di pinggir Kali Cakung Drain ini, dalam kondisi mabuk.

GAGAL KE SINGAPURA
Nu, 21, seorang baby sitter, yang juga terkena operasi petugas malam itu, mengaku berada di kamar hotel untuk melepas rindu dengan sang pacar karena keesokan paginya ia hendak ke Singapura.

“Rencananya pagi tadi (Sabtu, 20/12), saya mau ke Singapura diajak majikan saya. Gara-gara kena razia, semua jadi berantakan,” kata wanita yang bekerja di bilangan Kebon Jeruk ini dengan wajah lesu.

Aparat Polsek Cilincing menggelar razia penyakit masyarakat pada Sabtu (20/12) dinihari. Sasarannya di antaranya adalah hotel-hotel yang diduga jadi ajang praktik mesum. Dalam razia ini, pihak polsek mengerahkan 25 anggota.

Kapolsek Cilincing, AKP Arif Budiman, mengatakan 9 wanita dan 9 pria yang terjaring operasi rutin tersebut dimintai identitasnya dan selanjutnya diperintahkan membuat surat pernyataan. “Setelah kita data mereka akan kita kembalikan,” tegas kapolsek.

PERLAKUKAN SEBAGAI KORBAN
Berkaitan dengan penggerebekan ini, Sekjen Komnas Perlindungan Anak (Komnas Anak), Arist Merdeka Sirait, meminta agar aparat keamanan tetap menempatkan anak dibawah umur sebagai korban dalam kasus razia di Cilincing.

“Dalam istilah kami tidak ada anak yang memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan hal-hal seperti itu, termasuk menjadi pelacur misalnya. Istilahnya no consent,” katanya.

Arist menduga anak tersebut merupakan korban baik dipaksa untuk menjadi pelacur, atau terpaksa menjadi pelacur. Latar belakangnya sangat beragam mulai dari masalah ekonomi hingga kejahatan.

Karena itu meski sudah tertangkap basah bermesum ria di hotel, lanjut Arist, anak tetap harus ditempatkan pada posisi korban dan bukan pelaku. Sebagai korban tentunya anak membutuhkan perlindungan dan perlakuan khusus yang berbeda dengan orang-orang dewasa. Termasuk lokasi pemeriksaan tidak lagi bisa dilakukan di polsek atau ruang terbuka. “Minimal harus di polres karena polres sudah memiliki unit pelayanan khusus untuk anak-anak.”

Diakui Arist beban ekonomi, beban sosial ditambah arus globalisasi telah membuat beban yang dipikul anak-anak jaman sekarang semakin berat. Mereka acapkali membutuhkan barang-barang yang melampaui kemampuan finansiil keluarganya. Fakta tersebut telah mendorong anak-anak mau melacurkan diri. “Tetapi tetap saja anak adalah korban. Korban kemiskinan, korban globalisasi dan lainnya.”
ABG Hamil 7 Bulan Ngamen di Tengah Malam
Jakarta - Di saat remaja lain seusianya tidur nyenyak di kasur empuk, Riri, sebut saja namanya begitu, harus berperang mengusir nyamuk. ABG usia 15 tahun ini masih mondar mandir di sela- sela kepadatan lalu lintas di seputar perempatan Harmoni, Jakarta Pusat.

Bermodal kecrek-kecrek terbuat dari botol minuman, Riri yang berwajah manis tengah hamil 7 bulan ini mengamen di sela-sela kendaraan yang berhenti di lampu merah. Dia mengamen mulai pukul 22:00.

Menjelang dinihari dia pulang ke ‘rumah’ di bawah kolong jembatan. Uang Rp20 ribu hasil malam itu sudah cukup buat dia. Dia bersiap tidur di ‘rumah’ yang berbentuk lapak disekat triplek setinggi sekitar 50 Cm untuk tidur beralaskan karpet dengan tumpukan baju sebagai alas kepala.

Gete, remaja pria yang mengaku ‘suami’ Fitri yang juga mencari nafkah dengan mengamen setia menemani Riri. Tiga remaja jalanan lainnya yang juga menghuni kolong jembatan tak pernah mengusik mereka.

BETAH HIDUP DI KOLONG
Bagi lima remaja jalanan yang hidup di kolong jembatan, ‘rumah’ mereka itu tempat yang nyaman. Walau tanpa lampu penerangan, pantulan cahaya dari gedung sekitar sudah cukup.

“Hidup di sini terasa lebih nyaman, mau kemana-mana dekat karena lokasinya strategis,” ungkap Aga,20, pengamen sahabat Riri sambil memperkenalkan teman-temannya.

Untuk pergi mandi di sekitar perkantoran Harmoni atau mengamen, mereka harus keluar dari kolong dengan menaiki tangga kayu. Tapi kalau hanya sekadar buang air besar dan kecil cukup nyandar di dinding jembatan. Mencuci pakaian dilakukan di sungai di bawah tempat tinggal mereka.

“Semua gratis tidak ada yang bayar. Hidup di sini yang penting bisa menjalin kebersamaan dan menjaga ketertiban. Semua penghuni di sini kerja, nggak ada yang nganggur,” papar remaja asal Palembang ini. Pagi menjadi joki three in one, siang mengamen, dilanjutkan malam hari. penghasilan mereka rata-rata antara Rp20-25 ribu per hari, cukup untuk menyambung hidup.

Udara dingin malam mulai terasa di badan, serbuan gigitan nyamuk sangat terasa di bawah kolong jembatan itu. Tapi bagi mereka itu hal yang biasa, cukup diolesi krim anti nyamuk.

Riri terlihat diam, dia hanya merebahkan diri di lapak yang dihuni bersama ‘suami’. Tidak jelas apakah keduanya menikah resmi atau tidak. Dia tak mau bercerita tentang keluarganya di Palembang serta kenapa dia hidup menggelandang di Jakarta. Dia juga belum terfikir bagaimana nanti kalau melahirkan, siapa yang membiayai persalinan serta akan tidur di mana si jabang bayi nantinya. “Yang penting kita mikir hari ini saja,” ucapnya pendek.

Hunian di kolong jembatan ini hanya berjarak beberapa meter dari pos polisi lalulintas buat mereka adalah sebuah kenyamanan, sebab polisi adalah sahabat mereka. Petugas juga tidak pernah melarang mereka tinggal di tempat itu. “Yang penting mereka tidak berbuat kriminal,” kata polantas yang berjaga di perempatan jalan.

Petugas trantib dan linmas juga tidak pernah mengganggu kehidupannya. Kehidupan gelandangan di kolong jembatan juga bisa ditemui di Jembatan Cideng, Karet Bivak, Dukuh Atas dan lainnya.

BOCAH LAMPU MERAH

Riri adalah salah satu potret kehidupan remaja jalanan yang menggelandang sejak masih bocah. Di setiap lampu merah setidaknya ada sekitar 10 anak jalanan mengamen, meminta-minta ataupun mengelap kaca mobil.

Di perempatan Tomang misalnya, sejumlah bocah berebut menghampiri setiap mobil yang berhenti. ‘Racun…racun… wanita racun dunia…,” lantunan lagu orang dewasa itu keluar dari mulut bocah delapan tahun yang mengaku bernama Anto.

Uluran uang Rp1.000 dari pengendara mobil langsung disambar pengamen cilik ini, lalu ia pindah memepet sebuah taksi lalu menyanyikan lagu yang sama. Ketika wanita penumpang taksi tak memberi uang, umpatan kata-kata kotor keluar dari mulut bocah yang tidak mengenakan alas kaki itu. “Ya ampun, anak sekecil itu ngomongnya bisa kotor begitu..,” kata wanita penumpang taksi tadi.

Di stasiun kereta, anak-anak jalanan juga harus hidup keras berbaur dengan preman dan pencopet untuk mengais rezeki. Mereka menyapu gerbong sambil mengemis atau mengamen. Itulah gambaran yaang sering ditemui di sudut-sudut Jakarta. Kerasnya kehidupan ibukota telah membentuk mental anak-anak itu menjadi keras, demi mencari sesuap nasi dan bertahan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar